Kehidupan seksualku sebenarnya normal,
aku telah berkeluarga dan memiliki anak berumur satu tahun. Kebahagiaan
kami berjalan seperti layaknya sebuah keluarga kecil yang bahagia, tanpa
kekurangan satu hal pun.
Hingga pada suatu saat, perusahaan yang
bersebelahan dengan perusahaanku, mempekerjakan seorang karyawati baru
di bidang administrasi. Namanya Voni. Gadis ini berperawakan kecil,
namun manis. Berkulit sawo matang dengan mata berbulu lentik. Rambutnya
agak ikal. Voni ini keturunan arab. Sering aku dengar bahwa pria
keturunan Arab memiliki libido yang sangat tinggi. Untuk perempuannya,
aku belum pernah mendengar selentingan mengenai perilaku seksnya.
Kehadirannya menyita perhatian semua
karyawan yang bekerja di sana, tidak hanya karyawan tempat perusahaan
Voni berkerja, tapi semua perusahaan yang menyewa tempat tersebut. Hal
ini sangat memungkinkan, karena memang perangai Voni sangat ceria, agak
centil, dan juga selalu berpakaian ketat mengundang birahi pria manapun
yang melihatnya.
Seringkali Aku dan Voni mencuri pandang,
pandangannya mengisyaratkan sesuatu yang saat itu, aku sendiri belum
bisa menangkap makna yang tersembunyi.
Suatu ketika, kami bertemu di depan
pintu masuk. Saat itu pintu masih dalam keadaan terkunci, sehingga kami
terpaksa harus menunggu sampai teman kami yang membawa kunci datang.
Dengan agak gugup, Aku mencoba memberanikan diri menyapanya.
“Voni ya.. Gimana.. Kerasan kerja di sini?” pertanyaan yang benar-benar retoris, hanya sebagai ice breaking.
“Lumayan lah..” jawabnya sambil menyodorkan kue kecil,
“Mau Mas..?”
“Lumayan lah..” jawabnya sambil menyodorkan kue kecil,
“Mau Mas..?”
Aku ambil biskuit pemberiannya dan mulailah pembicaraan mengalir lebih lancar.
“Dari mana dapat info tentang lowongan pekerjaan di sini?” selidikku.
“Saudara saya kenal dekat dengan pemilik PT, lagipula saya masih dihitung sebagai magang kok. Jam kerjanya tidak terlalu memaksa, karena saya masih sambil kuliah,” jawabnya dengan manis.
“Dari mana dapat info tentang lowongan pekerjaan di sini?” selidikku.
“Saudara saya kenal dekat dengan pemilik PT, lagipula saya masih dihitung sebagai magang kok. Jam kerjanya tidak terlalu memaksa, karena saya masih sambil kuliah,” jawabnya dengan manis.
Terlihat jelas lesung pipit di pipi sebelah kiri dan lentik bulu matanya.
“Si Mas sombong ya.. Selama tiga bulan saya kerja di sini, belum pernah menegur saya, sedangkan yang lain sudah saya kenal. Setiap saya lihat Mas, pandangan Mas, dingin, seakan tidak menghargai keberadaan saya”
“Si Mas sombong ya.. Selama tiga bulan saya kerja di sini, belum pernah menegur saya, sedangkan yang lain sudah saya kenal. Setiap saya lihat Mas, pandangan Mas, dingin, seakan tidak menghargai keberadaan saya”
“Ah itu perasaan Voni saja, saya tidak
begitu kok, kalau tidak percaya tanya saja sama karyawan yang lain, Saya
ini tipenya periang loh..” obralku.
“Tapi nggak apa-apa kok, justru dinginnya Mas memancing rasa penasaran saya..” timpalnya manja.
“Tapi nggak apa-apa kok, justru dinginnya Mas memancing rasa penasaran saya..” timpalnya manja.
“Oh ya Mas, kalau ada waktu bisa nggak
Mas membantu saya mengajarkan komputer Sabtu ini, saya ada tugas dari
kantor, namun agak kesulitan menyelesaikannya, lagian si Mas kan libur
hari Sabtu..?” undangnya penuh manja.
“Wah.. Belum tentu bisa..” timpal Aku sok menjual mahal, “Nanti lah akan saya beritahu,” lalu kami pun saling bertukar nomor HP.
“Mas.. Jadi nggak ngajarin saya, saya sudah di kantor nih..” tanyanya pada Sabtu itu.
“Wah saya lupa..” pikirku, karena panik langsung saja saya jawab,
“Iya saya dalam perjalanan kok ke sana..”.
“Wah saya lupa..” pikirku, karena panik langsung saja saya jawab,
“Iya saya dalam perjalanan kok ke sana..”.
Setiba di kantor, Voni telah berada di
depan meja komputer. Dengan celana jeans dan baju putih ketat, jenis
pakaian kesukaannya, jelas mempertontonkan lekuk tubuh sintal dan buah
dadanya yang ranum.
Sambil menelan ludah Aku hampiri mejanya
sambil memulai mengajarkan komputer. Dari samping tampak jelas dua
tonjolan di balik baju ketatnya tersebut, terlebih baju tersebut agak
terbuka di bagian atasnya. Langsung saja darahku berdesir melihat
pemandangan ini.
“Wuih.. Beda banget sama yang dirumah..” pikirku.
Cukup lama Aku mengajarinya komputer hingga waktu makan siang tiba. Saat itu Aku memberanikan diri menyapanya.
“Kamu nggak lapar?” tanyaku sambil
memegang perutnya, maklum sudah hampir dua jam Aku menahan libido
melihat pemandangan menggiurkan. Tanpa dinyana ia menjawab sekenanya.
“Lapar yang mana nih? Yang di perut atau di bawah perut?”
“Lapar yang mana nih? Yang di perut atau di bawah perut?”
Wah berani juga nih anak.
“Ya dua-duanya dong, terserah kamu mana yang mau diatasi lebih dahulu, perut atau bawah perut?” kataku kini dengan mengelus pahanya.
“Ya dua-duanya dong, terserah kamu mana yang mau diatasi lebih dahulu, perut atau bawah perut?” kataku kini dengan mengelus pahanya.
“Terserah Mas deh..” tangannya menggenggam tanganku dengan erat.
Tak berapa lama, matanya seakan
mengajakku untuk pindah ruangan. Ruang atasannya, yang semula dikunci
dibukanya sambil menggandeng tanganku. Aku yang di belakangnya manut
saja, karena memang kami berdua sudah sangat on.
Setiba di ruangan tersebut, langsung
saja kulumat bibir tipisnya.. Wuih seperti di surga rasanya. Kecupanku
dibalasnya mesra dan terasa sekali hangat bibirnya.
Lama bibir kami saling berpagutan. Tak
kusangka, ternyata responnya luar biasa. Tanpa terasa tangan kami terus
menjalar mencari arah genggaman yang seakan tidak pernah kami dapatkan.
Aku sendiri tidak jauh dari menggenggam pantatnya yang sintal di balik
jeansnya, sambil sesekali menggesekkan batangku ke arah vaginanya.
Sambil mendesah Voni terus membalas
ciumanku seakan tidak ingin melepaskan. Sementara Aku mulai mencoba
menelanjanginya. Tangan kananku kucoba untuk melepaskan zipper celana
jeans Voni dan juga celanaku. Kudengar semakin keras desahannya ketika
alat kelamin kami saling bertemu, meskipun masih terhalang oleh CD
masing-masing.
Tak lama Aku lepaskan pengikat celana
kami masing-masing dan dengan cepat Voni menurunkan celana jeansnya,
demikian juga Aku. Kulucuti celanaku dan juga T-Shirt yang menutupi
badanku. Masih mengenakan CD dan baju ketatnya, Voni langsung kembali
melumat bibirku, sementara tangan kananku mulai aktif mencoba menyusup
ke dalam CDnya. Dengan cepat Voni memegang tangan kananku tersebut
sambil menggelengkan kepalanya. Dengan kecewa kutarik tanganku dari
balik CDnya, meskipun sempat terasa bulu-bulu halus yang telah membasah
karena rangsangan yang ada.
Setelah gagal menembus CD, aku mencoba
memasukkan tanganku ke dalam BHnya, kali ini Voni tidak menolaknya,
malah melenguh laksana sapi saja. Tanpa terasa ternyata, tangan kanan
Voni telah meremas penisku sementara tangan kirinya melingkar di
leherku. Tampak sekali betapa Voni merasakan setiap remasanku dan
remasannya di penisku. Setiap kudenyutkan penisku, setiap kali pula Voni
melenguh, ditambah lagi ketika kuremas buah dadanya dan kupelintir
putingnya.
Tak tahan dengan permainan tanganku itu, tiba-tiba Voni melenguh dengan agak ditahan.
“Wah.. Cepat juga ‘dapat’nya nih anak..” pikirku, sambil terus kuremas dan kuhisap puting dan buah dadanya.
“Wah.. Cepat juga ‘dapat’nya nih anak..” pikirku, sambil terus kuremas dan kuhisap puting dan buah dadanya.
Setelah merasakan orgasme pertamanya,
Voni kemudian membungkuk menghadapku sambil melepaskan atasannya.
Praktis kini dia hanya memakai CD saja. Sambil membungkuk langsung saja
dia menurunkan CD Crocodile ku.
Dengan mantap dijilatnya kepala penisku
sambil meremas batang dan sesekali mengelus buah pelirku. Slowly but
sure Voni memainkan penisku dengan tiga unsur; tangan, mulut dan lidah.
Kombinasi gerakan, kocokan dan kulumannya sungguh luar biasa. Kembali
kurasakan perbedaan ketika Aku menjamah istriku yang selalu ingin
konvensional saja.
Tak kuasa aku menahan gempurannya,
kuangkat kepalanya dan kini ia kembali sejajar denganku. Kulumat mesra
kembali bibirnya sambil berbisik.
“Boleh ya..?” tanyaku dan tanganku mencoba masuk ke dalam CDnya untuk kedua kalinya.
“Boleh ya..?” tanyaku dan tanganku mencoba masuk ke dalam CDnya untuk kedua kalinya.
Kali ini ia tidak menjawab dan hanya
mengangguk. Dengan senang kutelusuri bagian sensitif di bawah perut
tersebut. Terasa bulu-bulu halusnya yang telah basah sejak permainan
tangan kami pertama. Ketika tangan kananku mencobanya masuk, tangan
kiriku dengan perlahan menurunkan CDnya.
Kini kami telah berhadapan telanjang.
Mulai kugesek-gesekkan penisku di depan vaginanya. Desahan kudengar
kembali dari bibirnya, kali ini sambil kulirik ke sekitar ruangan untuk
dapat bersandar, sampai akhirnya kutemukan meja agak besar dan sambil
kudorong badannya ke arah meja tersebut.
Setelah bersandar, Voni langsung
merebahkan tubuhnya di meja tersebut dan langsung tampak jelas kulit
mulusnya dengan dua gundukan di atas serta barisan ’semut hitam’ di
bagian bawah. Tahi lalat di samping kiri perutnya menambah sensasi
rangsangan yang ada.
“Ayo cepat Mas..” ajaknya mengaburkan lamunanku sambil mencoba meraih penisku untuk diarahkan ke liang vaginanya.
Tanpa menunggu waktu lama, langsung saja kucoba membenamkan penisku ke liang vaginanya. Wuih, susah dan sempit sekali.
“Pelan-pelan Mas..” ucapnya lirih.
“Pelan-pelan Mas..” ucapnya lirih.
Dengan perlahan, kucoba membenamkan
penisku ke dalam vaginanya. Masuk, kemudian keluar dan kembali masuk,
demikian beberapa kali, untuk memberikan space yang cukup agar penisku
bisa leluasa di dalam lubang surgawi tersebut. Sampai akhirnya, berhasil
juga kubenamkan penisku itu.
“Bless..”
“Ach.. Ehm..”
“Ach.. Ehm..”
Seperti bersahutan bunyi penetrasi
penisku dengan desahannya. Semakin lama kupacu penetrasiku di dalam
vaginanya, sementara kedua tanganku meremas payudaranya dan sesekali
kuarahkan untuk memegang pantatnya yang seksi.
Sepuluh menit kemudian, kembali Voni
melenguh ketika mendapatkan orgasmenya yang kedua siang itu. Selang
beberapa lama, Voni bergerak, berbalik membelakangiku. Kutahu maksudnya,
sambil dituntunnya, penisku kumasukkan ke dalam vaginanya dan kamipun
memulai ‘aksi’ doggy style.
Sungguh besar juga libido Voni yang
keturunan Arab ini, terbukti gerakannya seperti membabi buta ketika dia
membelakangiku. Sampai sakit rasanya mengikuti gerakan cepat dan rotasi
yang dilakukannya. Benar-benar pengalaman seks yang luar biasa.
Sambil menggoyang-goyangkan pantatnya,
sesekali dicobanya untuk meraih zakarku dari arah bawah, kadang tanpa
disadarinya, dipencetnya zakarku, sampai Aku menjerit kesakitan.
Sementara Aku, tetap memacunya dari belakang dan kedua tanganku
menggenggam buah dadanya yang ranum tersebut. Cukup lama kami dalam
posisi tersebut, sampai akhirnya terasa penisku agak berkejut ingin
memuntahkan lahar sperma hangatnya.
Sambil terbata-bata kutanya dia, mau
dikeluarkan di mana? Dengan cepat dia cabut penetrasi doggy style dan
langsung menghadapku. Diraihnya penisku dan digenggamnya dengan penuh
nafsu. Sambil menjilati kepala penisku. Kemudian langsung
dikocok-kocoknya penisku dan dikulumnya ketika dirasakannya penisku
mulai berdenyut.
Dan.. Tumpahlah semua lahar sperma yang
ada dalam penisku. Dengan seksama, ditelannya limpahan spermaku,
meskipun masih ada juga bagian yang tercecer di bibirnya yang tipis.
Ceceran di bibirnya dijilatinya dengan lidahnya sekan tidak rela
membuang percuma lelehan sperma dari penisku. Aksinya ditutup dengan
pembersihan sisa-sisa sperma di kepala penisku.
Sambil tersenyum, kami berdua
menuntaskan birahi kami dengan sebuah kecupan mesra yang panjang. Kami
tahu, bahwa ini bukanlah yang terakhir yang kami lakukan. Sambil
terengah-engah Voni berucap mesra.
“Makasih ya Mas.. Next time bisa lagi kan?”
Dengan tersenyum penuh arti, tentu saja sebagai lelaki normal, aku anggukkan kepalaku mengiyakan..
Setelah kejadian itu, kami sering
melakukannya, malah kami sering nekat melakukannya sepulang kerja di
ruanganku, di ruang tamu bahkan di WC. Namun kini kami tidak berhubungan
lagi. Aku kehilangan kontak dengannya. Terakhir yang aku tahu, dia akan
menikah dan tinggal di daerah Tangerang. ENDCerita Sex, Cerita Sex Dewasa, Cerita Bokep, Cerita Seks, Cerita Panas Indonesia, Cerita Dewasa, Cerita Ngentot, Cerita Hot, Cerita Porno, Kisah Seks, Kisah Sex.
Baca juga Cerita Sex Lainnya di blog tantedevy.blogspot.com
No comments:
Post a Comment